10 Things I Wish I Knew About Gamification in 2011

As we edge closer to Gamification EU, I was thinking about the lessons I wish I had learned earlier on when I started in Gamification. Keep in mind, at that stage there was not a lot of information…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




one hundred and sixty nine.

Dipisah biar ga nge-lag.

Akito merengut melihat semua dokumen panjang tersebut. “Lah ini yang bener gimana sih? Kok kesaksian tersangkanya beda semua?”

“Itu tugas kalian untuk cari tahu jawabannya~,” kata Shinichi dengan serigai puas.

Touya mengangguk. “Kesaksian para tersangka mengenai siapa yang menemukan mayat korban dan urutan kedatangan mereka saling kontradiktif. Selain itu, mengapa dan bagaimana ada boneka yang hilang juga masih belum diketahui,” katanya. “Akan tetapi, tetap ada kesamaan dari kesaksian mereka: AK adalah seorang pengusaha korup, dan ketiga tersangka memiliki motif untuk membunuhnya. Selain itu, Pak YA lah yang melaporkan kepada polisi.”

“Berarti tugas pertama kita itu nyari tahu alasan kesaksian mereka beda-beda,” kata Akito.

“Ya, benar. Biasanya orang yang pertama menemukan mayat korban akan dicurigai sebagai pelakunya. Mengapa ketiga tersangka justru melakukan hal yang membuat mereka semakin dicurigai?”

Akito berpikir sejenak, lalu ia menjawab, “Oh, mungkin karena mereka mau melindungi pelaku yang sebenernya?”

“Ah, bisa saja,” jawab Touya. “Namun kalau begitu, berarti ada satu orang yang jujur bahwa ialah yang menemukan mayat korban.”

Akito mengangguk. Ia lalu memindai kembali dokumen kesaksian tersangka, khususnya YY. “Oya, ini si YY kan masih sibuk banget sama startup-nya. Bahkan saking sibuknya dia pas weekend pun masih nyari modal sana-sini. Berarti pasti ada alasan penting banget dia dateng ke museum boneka.”

“Menurut kesaksian Pak YY, ia khawatir terhadap Pak AK karena surat yang ia terima dua hari sebelumnya,” kata Touya.

“Tapi bukannya si AK itu orangnya jahat dan korup ya? Terus juga AK mati pun utangnya YY tetep ada,” kata Akito. “Jadinya ngapain khawatir kalo gitu?”

“Hmm, kamu benar,” kata Touya. “Berarti ada orang lain yang ia khawatirkan, yang bahkan lebih penting dari pekerjaannya.”

“Lebih penting dari pekerjaannya berarti… NS kan? Kan dia tunangannya YY.”

Mendengar jawaban Akito, mata Touya membelalak seolah menyadari sesuatu. “Kamu benar!” katanya. “Berarti Pak YY melihat nama pengirim surat tersebut, yaitu N. Karena itulah Pak YY merasa Nona NS akan melakukan suatu hal buruk kepada Pak AK.”

“Eh tapi… kalo gitu kenapa dia nggak confirm langsung ke NS ya? Kan suratnya beda 2 hari sama kejadiannya,” kata Akito. “Apalagi kalo NS emang sepenting itu buat YY.”

“Mungkin ia memang tak bisa?” tanya Touya. “Mungkin Nona NS juga memiliki kesibukan yang tak kalah penting dan juga berhubungan dengan Pak YY.”

“Berhubungan dengan YY berarti…” Akito berpikir sejenak, kemudian ia menyadari jawabannya. “Oh ya! Berarti ada hubungannya sama utang bisnisnya YY! Kan startup-nya masih banyak utang!” katanya. “Berarti NS lagi cari dana sana-sini buat ngelunasin utangnya YY!”

“Hm. Dan ini juga membenarkan sebagian dari kesaksian Nona NS bahwa ia menjual sebagian boneka miliknya. Uang seratus juta yang ia bawa pada saat kejadian adalah uang yang disiapkannya untuk melunasi hutang Pak YY,” kata Touya. “Karena kesibukan itulah Pak YY tak dapat menghubunginya langsung.”

“Berarti sekarang kita cek kesaksiannya NS. Kayaknya dia juga ada bohong. Kayaknya dia datang bukan cuma karena dia mau lihat-lihat progress museumnya.”

“Hm. Benar. Kita telah mengkonfirmasi bahwa Nona NS hendak melunasi hutang Pak YY dengan Pak AK. Karena itulah ia ingin bertemu langsung dengan Pak AK dengan membawa uang tunai yang sudah ia siapkan. Sementara itu, Pak YY yang tidak dapat menghubungi Nona NS dan tidak diperbolehkan masuk oleh Pak YA hanya dapat menunggu di luar museum. Sehingga Nona NS masuk sendirian ke dalam museum. Menurut kesaksian Pak YA, ia melarang Nona NS untuk masuk ke dalam karena ada Pak AK. Akan tetapi, pastinya Nona NS sudah tahu mengenai Pak AK di dalam, sehingga ia tetap masuk. Kemudian…”

“Kemudian…?” tanya Akito.

“Kemudian Nona NS menemukan mayat Pak AK,” kata Touya. “Namun meski begitu, Pak YY dan Pak YA tetap mengaku bahwa merekalah yang menemukan korban.”

“Berarti mereka bohong karena pengen melindungi NS,” kata Akito. “Abis itu berarti YY nyari surat dari NS di bajunya AK, makanya bajunya jadi berantakan.”

“Kemudian untuk stun gun yang ditemukan di laci meja penjaga, Pak YA lah yang menghapus sidik jarinya. Sepertinya stun gun tersebut memang selalu ada di atas mejanya, sehingga ia mengira Nona NS mengambilnya dari meja tersebut. Jika tidak, ia tak perlu menghapus sidik jari yang ada di situ. Akan tetapi, Nona NS tak mungkin pelakunya, karena ia masuk ke ruang penjaga setelah Pak YA. Jika memang ia yang menggunakan stun gun tersebut, ia tak akan memiliki kesempatan untuk mengembalikannya.”

“Nah oke. Berarti pelakunya bukan NS, karena dia ga mungkin pake stun gun-nya.”

“Dan juga bukan Pak YY, karena ia tak diperbolehkan masuk oleh Pak YA.”

“Berarti… Pak YA pelakunya?” tanya Akito.

“Bukan juga. Kalau begitu, lebih baik ia membiarkan mayat korban ditemukan oleh orang lain. Ia tak akan mengaku bahwa ialah yang menemukan mayat korban. Selain itu, ia takkan perlu menghapus sidik jarinya dari stun gun-nya karena benda itu adalah miliknya,” kata Touya.

“Terus ini ada hubungannya nggak ya sama boneka yang ilang itu?” tanya Akito.

“Pencuri boneka tersebut adalah Nona NS.”

“Lah lo tau dari mana?”

“Menurut kesaksian Pak YA, ia panik karena ada boneka yang hilang. Akan tetapi, jika ia memang menyadari hal tersebut ketika menemukan mayat korban, seharusnya ia juga langsung melaporkan hal tersebut kepada polisi. Namun menurut dokumen yang tertulis, yang melaporkan boneka yang hilang justru Nona NS. Kemudian Pak YA mengambil kesempatan untuk membuat kasus pencurian palsu. Lalu, setelah mayat korban ditemukan, kira-kira siapa yang dapat memilih dan mencuri boneka yang mahal dari lemari?”

“NS. Kan dia yang paling tau soal perbonekaan, karena peninggalan dari ibunya,” jawab Akito. “Tapi motif dia ngelakuin hal itu apaan?”

“Coba kamu lihat lagi kesaksian Pak YY. Ia berkata bahwa ia biasanya tak dibolehkan masuk oleh Pak YA,” kata Touya. “Namun saat Nona NS berteriak, Pak YY justru muncul. Jadi mungkin saja Nona NS mengira Pak YY adalah pelakunya. Sehingga ia sengaja membuat kasus pencurian palsu. Kamu ingat saat ia keluar karena tidak berani berada di TKP? Sebenarnya ia pergi untuk menyembunyikan boneka yang ia curi dari Pak YY.”

Akito terkejut mendengar penjelasan Touya, namun ia masih bingung. “Lah terus pelakunya siapa?”

“Pelakunya, hmm…” Touya berpikir sejenak, pandangannya beralih dari karpet asetat di lantai diorama dan rompi wol yang dikenakannya. “Akito.”

“Hah?”

“Kamu masih memegang karpet asetat yang tadi, bukan? Coba kamu gosokkan tanganmu dengan karpetnya.”

“Oke…?” Akito menuruti perkataan Touya, namun ia masih bingung.

Touya lalu melirik ke arah rompi wol yang sedang dipakainya dan mengelap boneka tiruannya dengan rompinya dan meletakkannya kembali di dalam diorama. “Baiklah, Akito. Sekarang coba kamu sentuh boneka ini.”

Akito pun mencoba menyentuh boneka tersebut, dan…

Bzzt!

“Ah!” Akito menjerit. “Listrik statis?”

“Hm. Inilah yang membunuh Pak AK,” kata Touya. “Karpet yang ada di ruang utama terbuat dari asetat, lalu Pak AK berjalan di atas karpet tersebut dengan sepatu bersol karet, sehingga ia memiliki muatan listrik negatif. Kemudian boneka ini kulap dengan kain wol yang memiliki muatan listrik positif. Dan saat Pak AK menyentuh bonekanya, ia tersetrum oleh listrik yang terbentuk. Orang biasa hanya akan mengalami kejutan ringan, namun bagi Pak AK yang menggunakan alat pacu jantung, dampaknya sangat fatal. Alatnya dirusak oleh pelepasan elektrostatis yang disebabkan oleh setruman listrik statis tersebut.”

“Berarti…”

“Tidak ada pelaku dalam kasus ini. Korban tewas karena kecelakaan,” Touya menyimpulkan. “Benarkah begitu, Kak Shinichi?”

Shinichi tertawa kecil mendengar jawaban Touya. “Wah sayang banget. Padahal satu langkah lagi jawabanmu bener, loh!”

“Huh?” Touya terkejut.

“Beneran loh. Dikit lagi kamu bener,” kata Shinichi lagi. “Ketika kamu telah mengeliminasi semua yang tidak mungkin, apapun yang tersisa, betapapun mustahil, pastilah kebenarannya.”

“Apa maksudnya, Kak?” Akito malah sewot.

“Masih ada satu lagi ketidakmungkinan yang belum kalian eliminasi,” kata Shinichi.

“Lah, gimana Kak?! Ini kami udah mengeliminasi semua tersangka, loh.”

“Yakin semuanya?”

“Hah?” Akito bingung. “Berarti korbannya sengaja bundir gitu?”

Shinichi menggelengkan kepalanya. “Masih salah.”

“Lah terus gimana, Kak?”

“Coba kamu tanya sama temenmu,” kata Shinichi sambil menunjuk ke arah Touya yang sedang serius berpikir. “Atau kalian kalo mau nyerah juga silakan.”

“Tidak akan! Aku tidak akan menyerah!” Touya ngotot.

Melihat Touya masih termotivasi, Akito pun memutuskan hal yang sama. “Kalo gitu gua juga ga akan nyerah!”

Shinichi tertawa melihat kedua adik tingkat tersebut. “Ya udah deh, aku kasih petunjuknya aja.”

“Apa itu?” tanya Touya.

“Coba kalian periksa boneka iki-ningyo-nya lebih teliti.”

“Boneka…” Touya menggumam, lalu ia dan Akito pun bersama mengamati boneka tersebut. “Mata perak dan baju motif rubah berekor sembilan…

“Mungkin petunjuknya ada di matanya?” tanya Akito. “Kan kayaknya boneka Jepang gini jarang pake mata silver.”

“Hm, mungkin saja,” kata Touya sambil mengamati mata boneka tersebut. Tangannya lalu mencoba memegang langsung mata boneka tersebut, dan ternyata matanya lebih mudah keluar dari rongga matanya. “Ah.”

“Ga papa, nanti tinggal aku pasang lagi, kok,” kata Shinichi.

“Mata perak ini…” Touya mengerutkan alisnya sambil mengamati lebih dekat. “Tabung Leyden?”

“Apa itu?” tanya Akito.

“Tabung Leyden adalah sebuah alat untuk ‘menampung’ listrik statis yang terjadi antara 2 elektrode yang berada di dalam dan di luar tabung kaca. Tabung ini adalah bentuk asal dari kapasitor atau kondensator. Setidaknya itulah yang kudengar dari Kak Rui,” Touya menjawab. “Kemungkinan besar ada rongga kosong dan lembaran logam yang tersebar di dalam mata ini. Sehingga warnanya jadi perak seperti itu.”

“Tunggu, kalo matanya sengaja nyimpen listrik statis berarti…?”

“Berarti ada makna lain yang ada di motif rubah berekor sembilan di pakaiannya,” kata Touya lagi. “Akito, apakah kamu tahu tentang Tamamo no Mae?”

“Uh… kalo legenda aslinya jujur nggak.”

“Tidak apa-apa. Pada intinya, Tamamo no Mae adalah seorang iblis rubah yang tadinya hendak menghancurkan Jepang kuno, namun pada akhirnya ia disegel di dalam sebuah batu. Batu tersebut dinamakan Sesshouseki, yang artinya Batu Pembunuh. Selain itu, ada legenda bahwa jika kamu menyentuhnya, kamu akan mati. Mungkin itu juga pesan tersirat dari boneka ini.”

“Berarti ada pelaku pembunuhan di kasus ini?” tanya Akito.

“Ya, benar. Pak AK dibunuh sesuai rencana,” jawab Touya. “Kamu lihat karpet di ruangan TKP terbuat dari asetat? Menurutmu siapa yang membuat perintah tersebut? Ia juga yang mengirim surat kepada Pak AK, yang sempat diintip oleh Pak YY. Ia jugalah yang menginstruksikan Pak YA untuk mengirimkan undangan dan mengeluarkan boneka iki-ningyo tepat pada hari kejadian perkara. Ia yang tak hanya membuat bonekanya, namun juga sangat mencintainya.”

“Yang membuat bonekanya… berarti… Nyonya NK?!!” Akito terkejut.

“Ya, benar. Ia tak hanya sengaja membuat bonekanya dengan semua detil yang sudah kita dapatkan, namun juga segala tahap yang perlu dilakukan oleh Pak YA. Itu semua agar Pak AK jatuh ke dalam perangkap kematian yang sudah ia rancang sedemikian rupa. Ia mempertaruhkan nyawanya dan meninggalkan boneka tersebut sebagai bagian dari dirinya. Sebagai pernyataan terakhirnya kepada Pak AK. Dan juga… untuk melindungi kebahagiaan putrinya, Nona NS.”

Akito dan Shinichi terkagum mendengar semua ucapan Touya. Mereka berdua terdiam sesaat, lalu Shinichi pun bertepuk tangan dengan riang. “Bagus! Kamu hebat! Semua penjelasanmu benar!” Shinichi memujinya.

Touya tersenyum. “Sebenarnya aku mengetahui ini berkat bantuan Akito juga lho, Kak,” katanya.

“Eh?! Nggak ya, gua ga ngapa-ngapain!” balas Akito sambil tersipu.

“Aku serius. Kamu yang mengatakan bahwa petunjuk terakhirnya ada di mata boneka tersebut. Kalau bukan karena petunjukmu, mungkin aku masih akan memberi jawaban yang salah kepada Kak Shinichi,” Touya memujinya. “Selain itu, kamu juga memberikan beberapa petunjuk lainnya, seperti alasan sesungguhnya Pak YY tidak berangkat kerja pada hari kejadian perkara.”

“T-tapi tetep aja kontribusi gua gak sebanyak eluuu…!!!”

“Hahaha,” Shinichi tertawa melihat tingkah mereka berdua. “Oya, tadi kayaknya aku denger kalian ada nyebutin nama Rui ya?”

“Oh ya, Kak. Apakah Kakak mengenal Kak Rui?” tanya Touya.

“Well, gak terlalu kenal deket sih sebenarnya. Tapi ada temenku di Ilmu Komputer yang kenal sama dia. Soalnya dia yang kumintain tolong bikin Leyden Jar mini yang ada di mata boneka itu,” kata Shinichi.

“Hah, beneran Kak?!” Akito kaget.

“Iya, bener! Aku minta tolong sama si temenku yang itu kan, dia bilang ada adek kelasnya di Elektro yang jago banget rerobotan dan sebagainya. Jadi aku coba minta tolong dia buat bikinin Leyden Jar super kecil yang bisa dimasukin ke boneka sekecil itu,” katanya. “Oya, tapi kalo bonekanya sendiri itu ada adek kelas lain yang bikin. Dia di DKV kalo nggak salah ya.”

Akito pun penasaran mendengar DKV disebut. “Si yang di DKV itu Kakak kenal orangnya nggak ya?”

“Aku taunya sih dia namanya Ena. Rui bilang dia jago ngelukis,” jawab Shinichi. “Kamu kenal dia?”

“Uh — ”

Belum sempat Akito menjawab, Touya sudah mewakilinya. “Ya, kami berdua mengenalnya. Ena dan Akito adalah kakak beradik. Oh ya, selain itu Akito adalah adik yang sangat baik dan perhatian kepada Kak Ena, lho,” katanya dengan senyum manis.

“Touya jangaaaaan…!” Akito tersipu malu mendengarnya.

“Hm? Mengapa? Bukankah itu semua memang benar?”

“Ya tapi gua maluuu…!”

“Hahahaha…” Shinichi tertawa lagi. “Oya, yang oren ini Akito, kan? Terus kalo kamu Touya bukan, ya?”

“Ya, Kak. Itu benar. Kak Shinichi sudah mengetahui namaku?”

“Iya. Aku lihat kamu di base ganteng waktu itu. Hahaha.”

“Oh, begitu ya,” kata Touya dengan wajah sedikit merah.

“Oya, aku hampir lupa. Silakan ambil hadiahnya,” kata Shinichi sambil memberikan mereka semua novel Agatha Christie dan gantungan HP Puyo Puyo yang sudah ia janjikan.

“Terima kasih banyak, Kak Shinichi! Kami akan menjaga baik-baik hadiah dari pemberian Kakak!” kata Touya.

“Kalian berdua itu yang pertama jawab kasus ini dengan benar loh. Ini hadiah emang kusiapin untuk orang pertama yang bisa nebak jawaban kasus ini dengan benar. Kemarin ada beberapa adik tingkat yang mampir ke sini, tapi kemudian mereka nyerah setelah berkali-kali salah.”

“Wah, terima kasih, Kak!” kata Touya.

“Makasih ya, Kak!” kata Akito.

“Sama-sama! Oya, satu lagi.” Shinichi memberikan formulir klub misteri kepada mereka berdua. “Kalian tadi have fun nggak? Kalo iya kalian boleh banget gabung klub misteri, loh.”

“Hmmm…” Touya berpikir sejenak. “Nanti dulu ya, Kak. Kami masih ingin melihat-lihat klub yang lain.”

“Oke deh. Nanti kalo jadi mau gabung kumpulin form-nya aja yaa…!”

“Oke, Kak!” kata Akito.

.

Add a comment

Related posts:

Everything you need to know about Data science

Everything you need to know about Data science. If you don’t feel like reading you can watch this video to under stand the basic concepts about Data Science :.

Open Letter to the Future Client

As it stands right now, you and my team are only an RFP and a few rounds of pitching away from entering into a serious commitment. And I’m already concerned about where this relationship is heading…

What Marketers Need to Know About the Cambridge Analytica News

If you work in the world of marketing, the Cambridge Analytica news didn’t exactly shock you. In fact, most of us in the business reacted somewhere between a shoulder shrug and an eye roll. It’s not…